Jumat, 30 Desember 2011

Barakallahu Code

Khatib sudah memulai khutbahnya, tetapi jama’ah yang sejak tadi datang, sebagian masih lebih memilih duduk bagian luar masjid atau nongkrong di luar.  Ada juga yang baru datang dan mampir nongkrong. Ada yang duduk ada yang berdiri. Ada yang duduk di teras gedung sebelah yang mengitari sisi samping dan depan. Di tempat wudhu, di tangga, di parkiran.

Pertanyaannya, mengapa mereka lebih memilih di luar daripada di dalam masjid? Jawabannya bervariasi, ada yang bilang dari luar lebih jelas apa yang diucapkan khatib. Ada yang bilang biarlah mereka mendapat (pahala) kerbau dan kami rela dapat ayam. Ada yang bilang biarlah mereka duluan masuk ke syurga, nanti kita nyusul. Pertanyaannya masih relevankah kita mengajak orang beribadah dengan menggunakan janji-janji dan ancaman-ancaman bila akhirnya juga tak ada yang tertarik dengan janji dan tak ada yang takut dengan ancaman?

Yang di luar itu memang ada yang tenang duduk di atas motor, sisi lantai gedung sebelah, di kantin, tapi ada juga yang berceritera dengan ceritanya sendiri. Ada yang bilang khutbahnya kurang menarik. Ada juga yang menyimak khutbah dan langsung mengomentari bagian-bagian tertentu dari khutbah, mungkin retorikanya, mungkin materinya yang tidak jelas atau ngawur, mungkin materinya bagus tapi penyampaiannya nda jelas, mungkin materinya membosankan, mungkin materi khutbahnya tidak actual. Pertanyaannya, apakah materi khutbah juga harus disusun dan di atur seperti fashion di mall-mall yang dirancang menurut perkembangan selera konsumen?

Ada juga tetap ngobrol seakan tak ada ibadah jum’at yang akan mereka jalani. Di tempat nongkrong itu justru sambil menunggu khutbah berakhir, banyak pertemuan antara seorang dengan yang lain yang tak disangka sebelumnya, di tempat itu banyak lobi-lobi berlangsung, lobi politik, bisnis, lobi masalah kuliah, dan sebagainya.

Entahlah… tapi di beberapa masjid mewah sangat jarang terlihat jama’ah jumat yang nongkrong berceritera di bagian luar masjid. Ada yang sangat bersemangat masuk ke dalam masjid, ada yang datang sebelum masjid berbunyi, suara khatib menyusup ke pojok-pojok masjid melalui aliran kabel, hingga ke lantai dasar. Di lantai dasar ada yang menawar barang; songkok, tasbih, baji koko, alquran, dll.

Tetapi apapun aktivitas mereka, sebenarnya kuping mereka berkonsentrasi pada sebuah kata yang tanpa kesepakatan tertulis atau kesepakatan bersama, dapat memerintahkan mereka untuk bergerak memasuki masjid atau bergabung ke area shalat jama’ah. Ada saat yang mereka nantikan. Dan ketika saat itu datang, serempak mereka bergerak menuju masjid. Tapi kapan saat itu? Saat itu hanya ditandai dengan satu kode, yakni kata; “barakallahu”, atau yang ingin saya sebut sebagai “barakallahu code”.

Hahaha ada-ada aja…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar